Anies Baswedan ( Katanya Cendekiawan, Intelektual dan Muslim yang Arif) Tetapi selalu menyerang pihak lain yang berseberangan dengan keinginannya seolah-olah merasa paling benar di dunia ini.
Tokoh ini penggagas TurunTangan, kendaraan pencitraan yang digadang-gadang bisa membawanya mencapai ambisinya jadi Presiden.
Aktivis mahasiswa UGM ini dulu adalah pengagum Prabowo. Dia gagal menjadi Capres Partai Demokrat, lalu jadi pendukung Jokowi.Boleh saja Anies Baswedan keturunan pejuang. Titelnya segepok, termasuk
doktor dari sebuah universitas terkenal di Amerika Serikat. Tapi begitu
tampil sebagai politisi kelihatan betapa konyolnya dia. Betapa tidak?
Dulu ketika tampil sebagai calon presiden di konvensi Partai Demokrat,
Rektor Universitas Paramadina Jakarta itu menyerang Jokowi, calon
presiden dari koalisi PDIP. Anies mengecam blusukan yang jadi isu
andalan Jokowi. ‘’Saya tak mau pencitraan dengan blusukan. Saya memang
akan datang dan mendengarkan rakyat,’’ kata Anis (lihat Inilah.com, 19 Desember 2013).
Sekarang dia berbalik jadi ‘’pemuja’’ Jokowi. Dengan ngotot dia
membantah pernah mengejek blusukan Jokowi. Belum cukup, Anies malah
secara berlebihan mengampanyekan Jokowi seolah seorang Muslim yang taat.
Ini yang fatal. Tak perlu ia sekolah jauh ke Amerika kalau hanya mau
jadi ‘’juru bual’’ Jokowi yang bekas pedagang mebel dari Solo. Pasti
lebih banyak lagi orang kecewa pada sikap Anies, begitu tahu dia adalah
cucu kandung A.R.Baswedan, tokoh Partai Masyumi yang terkenal itu.
Anies bilang bahwa Jokowi ternyata bisa menjadi imam shalat berjamaah. "Nggak usah ngomong, orang lihat Jokowi jadi imam shalat. Dengar dia baca doa, baca iftitah itu lancar kok. Malah yang nuduh itu yang saya ragu bisa baca iftitah sebagus Jokowi," kata Anies.
Nah, di sinilah masalah Anies. Mungkin karena terlalu lama tinggal di
Amerika dia lupa kalau membaca doa iftitah dalam shalat dilakukan
dengan berbisik sehingga nyaris tak terdengar. ‘’Dalam shalat apa pun,’’
kata Ridwan Saidi, budayawan yang bekas tokoh PPP itu, ‘’Iftitah dibaca sir, nyaris tanpa suara.’’ Jadi kalau Anies Baswedan tak berbohong bahwa benar dia mendengar Jokowi membaca doa iftitah, kata Ridwan, ‘’berarti Anies tempelkan telinganya di ketiak Jokowi.’’
Selain mengeluarkan pernyataan ‘’menjilat-jilat’’ Jokowi, Anies pun
menyerang Prabowo Subianto dengan mengejeknya sekian lama
menghambur-hamburkan uang mengiklankan diri di televisi. Dia lupa bahwa
Prabowo bukan pejabat yang hidup dari gaji pemerintah. Prabowo memeras
keringat sendiri sebagai pengusaha.
Oleh karena itu dia tentu bebas mau gunakan duitnya untuk apa saja
selagi patut dan tak melanggar hukum. Mengapa Anies dengan nyinyir mau
mengatur Prabowo menggunakan duitnya sendiri? Mengapa Prabowo harus
minta izin Anies untuk membelanjakan hasil keringatnya sendiri?
Anies tak mempersoalkan Jokowi yang sejak 2012 sudah sibuk menggalang
wartawan antara lain melalui kelompok sosial media Jasmev, untuk
membangun pencitraan demi pencitraan sehingga di mata publik dia
menjelma menjadi seorang pejabat sederhana yang merakyat, yang jujur
dan anti-korupsi, dan sejumlah bla, bla, bla lainnya.
Anies Sebagai Tokoh Antikorupsi
Ternyata sewaktu menjadi Walikota Solo saja dia sudah terlibat
macam-macam. Di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), misalnya, ada
laporan keterlibatan Jokowi dalam menjual lahan Pemda kepada PT Sritex,
perusahaan tekstil dan pakaian jadi terkenal di Solo. Ada lagi laporan
keterlibatan Sang Walikota Solo itu dalam masalah anggaran pendidikan
puluhan juta rupiah.
Sayang KPK tak pernah sekali pun memanggil Jokowi untuk laporan-laporan
itu. Kuat dugaan ada pejabat KPK yang berusaha memanfaatkan kasus itu
untuk ‘’dibarterkan’’ dengan kesempatan menjadi ‘’calon presiden’’ dari
Jokowi. Yang pasti, Ketua KPK Abraham Samad memang kelihatan amat
bersemangat menjadi calon wakil presiden mendampingi Jokowi. Nama Samad
baru menghilang setelah Megawati menetapkan Jusuf Kalla sebagai calon
Wakil Presiden untuk Jokowi.
Demikian pula Kejaksaan Agung RI yang sekarang sedang memeriksa korupsi
pengadaan 600-an bus kota Transjakarta senilai Rp 1,5 trilyun. Kasus
impor bus dari China ini menyangkut soal penggelembungan harga.
Setidaknya 2 pejabat rendahan yang terlibat telah ditahan. Lalu, Udar
Pristono, bekas Kepala Dinas Perhubungan Jakarta telah dinyatakan
sebagai tersangka beserta 2 stafnya. Maka sekarang publik mempertanyakan
keterlibatan dan tanggung jawab Gubernur Jokowi (sebagai atasan
langsung Udar Pristono) dalam korupsi bernilai trilyunan rupiah ini.
Sorotan keterlibatan Sang Gubernur terutama karena peran dominan Michael
Bimo Putranto dalam impor bus China ini.
Bimo, teman Jokowi sesama pedagang mebel dulu di Solo. Kini Bimo
merupakan salah seorang Wakil Ketua DPD PDI Jawa Tengah, selain menjadi
‘’orang penting’’ yang disegani para staf di lingkungan Pemda DKI
Jakarta, selaku teman dekat gubernur.
Dengan berbagai kasus korupsi yang menyenggol Jokowi, memang puja dan
puji Anies Baswedan kepadanya menjadi pertanyaan. Soalnya Anies selama
ini membangun citra sebagai tokoh anti-korupsi. Ketika KPK dilanda isu
korupsi, Anies memimpin komite etik untuk menghukum orang-orang KPK yang
terlibat. Lalu mengapa sekarang Anies jadi pendukung Jokowi yang
tersenggol beberapa kasus korupsi?
Tampaknya ini masalah politik dan kekuasaan. Anies Baswedan, sebagaimana
Dahlan Iskan (pemimpin Group Jawa Pos), adalah para calon presiden
peserta konvensi yang diadakan Partai Demokrat.
Ternyata para Capres yang direkrut lewat konvensi itu tak satu pun yang
dicalonkan Partai Demokrat menjadi presiden. Alasannya, menurut Presiden
SBY, suara yang diperoleh partai itu dalam Pemilu legislatif, tak
memadai. Sebagai dua tokoh paling menonjol dalam konvensi itu wajar
kalau Anies dan Dahlan menjadi orang yang paling kecewa kepada keputusan
itu. Maka tak aneh keduanya kemudian menggabungkan diri sebagai
pendukung Capres Jokowi, bukan Capres Prabowo yang mereka anggap teman
dekat Presiden SBY.
Paling tidak kalau Jokowi terpilih jadi Presiden, Anies dan Dahlan bisa
diangkat menjadi menteri, atau pejabat penting lainnya. Untuk itu semua
bisa ditabrak, termasuk menyerang Prabowo, yang di tahun 1990-an pernah
sangat dikagumi oleh Anies Baswedan. Sebagai seorang aktivis kampus pada
waktu itu berakali-kali Anies harus datang dari Yogyakarta ke Jakarta,
hanya untuk mendengarkan Mayor Jenderal Prabowo Subianto, Danjen
Kopassus pada waktu itu berbicara
setuju om
BalasHapuswww.ji-software.com
Kalau mau jadi kritikus dua-duanya dan tidak memiha malah ane puji
BalasHapus